analyticstracking
Indonesia Archipelago Network News - IANnews.id

Provinsi Jawa Timur


 Nama Resmi : Kabupaten Blitar

Ibukota : Blitar

Tanggal berdiri : 5 Agustus 1324

Bupati : Drs. H. Rijanto, M.M.

Wakil Bupati :  Marhaenis Urip Widodo, S.Sos

Luas Wilayah : 1,588.79 km2

Jumlah Penduduk :  1.126.639 jiwa 
Wilayah Administrasi : Kecamatan : 22                                            
                                            Alamat Kantor : Jl. Sudanco Supriadi No. 17 Blitar

T :  (0342) 801201 
F : -

E : -


W : http://www.blitarkab.go.id/


Jumlah Kecamatan di Kabupaten Blitar ada 22:

Kecamatan Bakung.

Kecamatan Binangun.

Kecamatan Doko.

Kecamatan Gandusari.

Kecamatan Garum.

Kecamatan Kademangan.

Kecamatan Kanigoro, juga merupakan Ibu Kota Kabupaten Blitar.

Kecamatan Kesamben.

Kecamatan Nglegok.

Kecamatan Panggungrejo.

Kecamatan Ponggok.

Kecamatan Selopuro.

Kecamatan Selorejo.

Kecamatan Srengat.

Kecamatan Sutojayan.

Kecamatan Talun.

Kecamatan Udanawu.

Kecamatan Wates.

Kecamatan Wlingi.

Kecamatan Wonodadi.

Kecamatan Wonotirto.

 

 
Sejarah

Penentuan titi mangsa lahirnya Blitar sebagai pusat pemerintahan merupakan jawaban atas masalah hari pendirian Pemerintah Daerah yang kemudian menjadi Kabupaten Blitar. Dari berbagi prasasti yang dipandang sebagai bukti autentik seperti terurai atas, tidak terdapat sebuahpun yang memuat nama Blitar sebagai nama tempat Pusat Pemerintahan. Suatu hal yang pasti bahwa beberapa nama desa atau tempat yang disebutkan dalam prasasti-prasasti itu berada atau termasuk wilayah Kabupaten Blitar sekarang. Kenyataan itu membuktikan bahwa (sebagian) daerah Blitar sejak sepuluh abad yang lalu telah menjadi pusat kehidupan masyarakat yang penting. Berita agak pasti mengenai pertumbuhan Blitar sebagai Pusat Pemerintahan mulai ada sejak awal pemerintahan Raja-raja Majapahit. Sebagimana dapat dibuktikan dalam sejarah Kerajaan Majapahit lahir setelah Raden Wijaya berhasil mengusir tentara Tartar Ku Bilai Khan pada Tahun 1293 M. (Pararaton : 33)

Majapahit sebagai negara baru berpusat di dekat Mojokerta. Di bawah pimpinan raden Wijaya sebagai Raja pertama, negara Majapahit tumbuh dengan pesat. Suatu hal yang menarik dalam hubungan sejarah daerah Blitar dari masa itu ialah adanya peningalan bangunan suci yang terletak di Desa Kotes Kecamatan Gandusari.

Pada bangunan itu terdapat angka Tahun 1222 Saka dan 1223 Saka. Dengan demikian bangunan tersebut berasal dari tahun 1300 dan 1301 Masehi (Knebel : 1908 : hal. 355). Dengan perkataan lain, bangunan itu adalah sejaman dengan Pemerintah Raja Pertama Majapahit. Kenyataan di atas membuktikan bahwa sejarah Blitar pada awal abab ke – XIV masih menunjukkan wilayah yang penting. Apakah hubungan pendirian bagunan suci itu dengan sejarah daerah ini ? Suatu petunjuk yang dapat memberikan keterangan tentang hal itu antara lain terdapat sejumlah Prasatti dari masa abad ke – XII Masehi di daerah sepanjang lembah Gunung Kawi sebelah Barat. Ini menunjukkan bahwa daerah ini masih dapat dibuktikan hingga sekarang dengan adannya beberapa perkebunan. Faktor alamiah yang menguntungkan ini menyebabkan adannya kehidupan masyarakat yang makmur. Kemakmuran itu mendorong pertumbuhan penduduk yang besar dalam waktu singkat. Walaupun tidak terdapat catatan tentang jumlah penduduk di daerah bagian Timur ini, namun dapat diperkirakan bahwa dengan adanya men-power maka daerah ini menjadi penting. Tersedianya tenaga manusia yang cukup besar, merupakan salah satu jaminan pergerakan pasukan secara mudah untuk suatu tujuan pertahanan maupun serangan.

Seperti halnya dalam prasati Tuhanyaru yang menyebutkan adanya anugrah tanah kepada sejumlah pejabat kerajaan berhubung yang bersangkutan telah berjasa kepada raja, maka prasasti Blitar pun memuat peryataan yang sama. Dapat diketahui bahwa hubungan antara raja Jayanegara dengan daerah Blitar mempunyai sifat yang istimewa. Hubungan yang istimewa itu diperlihatkan pada penempatan sejumlah ha yang diberikan kepada para pejabat, berhubungan dengan kesetiyaan desa Blitar kepada raja.

Dalam hubungan ini peristiwa apakah yang terjadi sehingga raja berkenan untuk memberikan anugrah kepada penduduk desa Blitar.

Seperti diketahui Raja Jayanegara menjadi raja majapahit yang kedua, mengantikan ayahnya Kerjarajasa Jayawardhana yang meninggal pada tahun 1309 M. Tentang Pemerintahannya ini ada dua sumber yang memberikan keterangan agak berbeda. Kedua sumber tadi adalah Negarakertagama, yang ditulis oleh Prapanca dan Pararaton yang tidak dicantumkan nama penulisnya. Secara singkat sekali Negarakertagama menceritakan tentang masa Pemerintahannya yang berlangsung antara tahun 1309-1328 Masehi.

Didalam Pupuh XLVII Prapanca melukiskan yang terjemahan dalam Bahasa Indonesia sebagai berikut:

    Beliau meninggalkan Jayanegara sebagai raja Wilatikta dan keturunan adiknya rajapadhi utama yang tiada bandingya, Dua puteri amat cantik, bagai Ratih kembar mengalahkan Bidadari yang sulung rani di Jiwana, sedangkan yang bungsu jadirani di Daha.
    Tersebut pada Tahun Saka : Muti-guna-memaksa rupa bulan-madu, Baginda Jayanegara berangkat menyirnakan musuh ke Lumajang, Katanya Pajarakan dirusak, Nambi sekeluarga dibinasakan, Giris miris segenap jagad melihat kepiawaian Sri Baginda.
    Tahun Saka : bulatan memanah suryah beliau pulang, Segera dimakamkan didalam pura, berlambang arca Wisnuparama. Di sela Petak dan Bubat tertegak area Wisnuparama. Di sela Petak dan Bubat tertegak area Wisnu-lambang-tara-inda. Di Sukalila arca Buda permai sebagai Amoga sidi-menjilma (Slamet Mulyana, 1953 : 42).

Dari puppuh tersebut diatas, maka dapat diketahui bahwa sesama Pemerintahan Jayanegara menghancurkan pemberontakan Nambi. Semua pemberontakan itu dapat di padamkan.

Suatu pemberontakan pecah lagi pada Tahun 1316 dan 1317 dibawah pimpinan Kuti dan Seni. Pemberontakan itu mengakibatkan raja jayanegara menghindarkan diri ke Desa Bedander dengan pengawasan pasukan Bhayangkara dibawah pimpinan Gajah mada. Berkat siasat Gajah Mada, Jayanegara berhasil naik tahta. Kuti dan Seni berhasil dibinasakan. (Pararaton : 80-83). Kedua pemberitaan ini memberi petunjuk bahwa sesama bawahan semasa Pemerintahan Jayanegara telah terjadi pemberontakan, tetapi berhasil dipadamkan. Kenyataan diatas membuktikan bahwa Jayanegara menghadapi masa yang sulit pada tahun pertama Pemerintahannya. Kenyataan ini yang dapat memberikan keterangan , apa sebabnya jayanegara mengeluarkan prasastinya tersebut diatas. Tidak dapat diragukan lagi, bahwa penetapan prasasti di Blitar ini merupakan perestiwa penting setelah Jayanegara ini merupakan titik peresmian berdirinya swastanca Blitar dalam naungan kekuasaan Majapahit dibawah Pemerintahan Jayanegara. Dan peristiwa yang penting itu, sesuai dengan unsur penanggalan dalam prasasti, terjadi pada hari Minggu Pahing bulan Srawana tahun Saka 1246, yang bertepatan dengan tanggal 5 Agustus 1324 M. Untuk masa-masa selanjutnya Blitar disebutkan dalam kitab Negarakertagama dalam hubungannya dengan perlawanan Raja Hayam Wuruk ke daerah-daerah Jawa Timur. Beberapa puluh tahun yang membuat hal pemerintah hal itu sepanjang menyangkut Blitar serta tempat-tempat lain di daerah sekitarnya tertulis pupuh-pupuh.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan, bahwa:

    Tampilan Wilayah yang kini menjadi daerah Kabupaten Blitar, yang paling tua tercatat dalam prasasti Kinewu dipahatkan pada belakang arca Ganesa dari abab X. Prasasti itu memberikan petunjuk bahwa wilayah Kabupaten Blitar, merupakan bagian dari kerajaan Balitung yang berpusat di Jawa Tengah.
    Ketika pusat Pemerintah pindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur sekitar abad ke-X, sejarah daerah Kabupaten Blitar dapat diketahui berdasarkan prasasti-prasasti yang dikeluarkan oleh raja-raja dinasti Isana. Selama Pemerintahan raja-raja ini berlangsung diantarannya awal abad ke-X sampai dengan akhir abad ke-XII, beberapa tempat yang sekarang termasuk Wilyah Kabupaten Blitar disebut dalam prasasti-prasasti Pandelegan I 1117, Panumbangan I 1120, Geneng I 1128, Talang 1136, Japun 1144, Pandelegan II 1159, Mleri 1169, Jaring 1181, Semanding 1182, Palah 1197, Subhasita 1198, Mleri I 1198 dan Tuliskriyo 1202.
    Ketika kerajaan Singasari berkembang ada beberapa prasasti yang berhubungan dengan daerah Kabupaten Blitar sekarang. Prasasti tersebut dikeluarkan pada masa Pemerintahan Raja Kartanegara (1268-1292) yang dikenal dengan prasasti Petung Ombo 1260 M. beberapa peningalan purbakala yang berasal dari zaman Singasari seperti: patung Ganesa dari Boro dan Candi Sawentar membuktikan bahwa semasa Pemerintahan raja-raja Singasari, daerah Kabupaten Blitar telah memegang peranan yang penting.
    Pada zaman majapahit kedudukan daerah Kabupaten Blitar menjadi sangat penting. Hal itu terbukti dengan adanya candi Kotes yang didirikan pada masa Pemerintahan Pendiri Kerajaan Majapahit yaitu Nararya Wijaya atau Kerta Rajasa Jayawardana (1294-1309). Candi makam raja itu terletak di desa Sumberjati dukuh Simping Kecamatan Suruhwadang.
    Saat yang sangat penting bagi pertumbuhan sejarah Kabupaten Blitar dewasa ini terdapat pada masa Pemerintahan Raja Jayanegara (1309-1328). Salah satu prasastinya ditemukan di desa Blitar sekarang. Prasasti tersebut dikenal dengan prasasti Blitar I yang bertarikah “Swasti sakawarsatita 1246 Srawanamasa tithi pancadasi Suklapaksa wu para wara ….” atau 5 Agustus 1324 Masehi. Prasasti ini memuat saat berdirinya Blitar sebagai daerah Swatantra.
    Masa-masa pemerintahan Raja-raja Majapahut kemudian, nama Blitar berkali0kali disebutkan dalam kitab nagarakertagama yang ditulis moleh Pujangga : Prapanca. Naskah ini selesai ditulis bertepatan dengan 1 Oktober 1363 M. blitar dan tempat-tempat lain telah dikunjungi oleh raja Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajahmada dalam rangka perjalanan Raja Hayam Wuruk ke Wilayah Jawa Timur yang dimulai pada Tahun 1357 M.
    Beberapa peningalan yang berupa candi membuktikan bahwa sepanjang abad XIV hingga akhir abad XV kedudukan Blitar semakin penting. Hal ini terbukti dari adanya candi Penataran yang merupakan candi negara sebagian besar berasal dari masa Pemerintahan Jayanegara hingga Wikramawardhana (1389-1429). Peninggalan dari raja terakhir ini sekarang terdapat di lereng Gunung Kelud yang sekarang dikenal dengan nama Candi Gambar Wetan (1429M).

Maka berdasarkan uraian diatas diambil keputusan bahwa HARI LAHIR KABUPATEN BLITAR ialah 5 AGUSTUS 1324

 Batas Wilayah

Utara Kabupaten Kediri dan Kabupaten Malang

Timur Kabupaten Malang

Selatan Samudra Hindia

Barat Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Kediri

Keadaan tanah

Gunung Kelud (1.731 m. dpl.) adalah salah satu gunung api strato yang masih aktif di Pulau Jawa yang terletak di bagian utara kabupaten ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Kediri. Bagian selatan Kabupaten Blitar yang dipisahkan oleh Sungai Brantas dikenal sebagai penghasil kaolin dan dilintasi oleh Pegunungan Kapur Selatan. Pantai yang terkenal antara lain Pantai Tambakrejo, Serang dan Jalasutra.


Blitar, baik kota maupun kabupaten, terletak di kaki Gunung Kelud, Jawa Timur. Daerah Blitar selalu terkena lahar Gunung Kelud yang sudah meletus puluhan kali terhitung sejak tahun 1331. Lapisan-lapisan tanah vulkanik yang banyak ditemukan di Blitar pada hakikatnya merupakan hasil pembekuan lahar Gunung Kelud yang telah meletus secara berkala sejak bertahun-tahun yang lalu.


Keadaan tanah di daerah Blitar yang kebanyakan berupa tanah vulkanik, mengandung abu letusan gunung berapi, pasir dan napal (batu kapur yang tercampur tanah liat). Tanah tersebut pada umumnya berwarna abu-abu kekuningan, bersifat masam, gembur dan peka terhadap erosi. Tanah semacam itu disebut regosol yang dapat dimanfaatkan untuk menanam padi, tebu, tembakau dan sayur mayur. Selain hijaunya persawahan yang kini mendominasi pemandangan alam di daerah Kabupaten Blitar, ditanam pula tanaman tembakau di daerah ini. Tembakau ini mulai ditanam sejak Belanda berhasil menguasai daerah ini sekitar abad ke-17. Bahkan kemajuan ekonomi Blitar pernah ditentukan dengan keberhasilan atau kegagalan produksi tembakau.


Sungai Brantas yang mengalir dari timur ke barat membagi Kabupaten Blitar menjadi dua, yaitu bagian utara dan selatan. Bagian selatan Kabupaten Blitar (sering disebut Blitar Selatan) kebanyakan tanahnya berjenis grumusol. Tanah semacam ini hanya produktif bila dimanfaatkan untuk menanam ketela pohon, jagung dan jati.


Sungai Brantas

Sungai Brantas merupakan sungai terpanjang kedua di Jawa Timur setelah Bengawan Solo (sebagian mengalir di wilayah Jawa Tengah). Sungai ini memegang peranan penting dalam sejarah politik maupun sosial Provinsi Jawa Timur. Sungai yang berhulu di Gunung Arjuno ini turut membawa unsur-unsur utama dari dataran tinggi aluvial di Malang yang bersifat masam sehingga menghasilkan unsur garam yang berguna bagi kesuburan tanah.


Di Kabupaten Blitar, aliran air Sungai Brantas diberi tambahan unsur utama sehingga menyebabkan daerah dataran rendah aluvial yang dilintasi Sungai Brantas, seperti Tulungagung dan Kediri, memiliki tanah yang subur. Di Blitar juga saat ini terdapat 3 waduk/bendungan yakni, Bendungan Serut (Lodoyo), Wlingi Raya dan Selorejo.


Asal nama

Nama Blitar dipercaya berasal dari frasa bali dadi latar (kembali jadi halaman). Kata tersebut diteriakkan oleh Prabu Mahesa Sura saat meregang nyawa di sumur yang dibuatnya sendiri sebagai mahar untuk Dewi Kilaswara.


Masa kerajaan

Tiga daerah subur, yaitu Malang, Kediri dan Mojokerto, seakan-akan "diciptakan" oleh Sungai Brantas sebagai pusat kedudukan suatu pemerintahan, sesuai dengan teori natural seats of power yang dicetuskan oleh pakar geopolitik, Sir Halford Mackinder, pada tahun 1919. Teori tersebut memang benar adanya karena kerajaan-kerajaan besar yang didirikan di Jawa Timur, seperti Kerajaan Kediri, Kerajaan Singosari dan Kerajaan Majapahit, semuanya beribu kota di dekat daerah aliran Sungai Brantas.


Jika saat ini Kediri dan Malang dapat dicapai melalui tiga jalan utama, yaitu melalui Mojosari, Ngantang, atau Blitar, maka tidak demikian dengan masa lalu. Dulu orang hanya mau memakai jalur melalui Mojosari atau Blitar jika ingin bepergian ke Kediri atau Malang. Hal ini disebabkan karena saat itu, jalur yang melewati Ngantang masih terlalu berbahaya untuk ditempuh, seperti yang pernah dikemukakan oleh J.K.J de Jonge dan M.L. van de Venter pada tahun 1909.


Jalur utara yang melintasi Mojosari sebenarnya saat itu juga masih sulit dilintasi mengingat banyaknya daerah rawa di sekitar muara Sungai Porong. Di lokasi itu pula, Laskar Jayakatwang yang telah susah payah mengejar Raden Wijaya pada tahun 1292 gagal menangkapnya karena medan yang terlalu sulit. Oleh karena itulah, jalur yang melintasi Blitar lebih disukai orang karena lebih mudah dan aman untuk ditempuh, didukung oleh keadaan alamnya yang cukup landai.


Pada zaman dulu (namun masih bertahan hingga sekarang), daerah Blitar merupakan daerah lintasan antara Dhoho (Kediri) dengan Tumapel (Malang) yang paling cepat dan mudah. Di sinilah peranan penting yang dimiliki Blitar, yaitu daerah yang menguasai jalur transportasi antara dua daerah yang saling bersaing (Panjalu dan Jenggala serta Dhoho dan Singosari). Banyaknya prasasti yang ditemukan di daerah ini (kira-kira 21 prasasti) bisa dikaitkan dengan alasan tersebut.


Kitab Negarakertagama

Pendapat yang mengatakan bahwa Kabupaten Blitar merupakan daerah perbatasan antara Dhoho dengan Tumapel dapat disimpulkan dari salah satu cerita dalam Kitab Negarakertagama karya Empu Prapanca. Disebutkan dalam kitab tersebut bahwa Raja Airlangga meminta Empu Bharada untuk membagi Kerajaan Kediri menjadi dua, yaitu Panjalu dan Jenggala. Empu Bharada menyanggupinya dan melaksanakan titah tersebut dengan cara menuangkan air kendi dari ketinggian.[2] Air tersebut konon berubah menjadi sungai yang memisahkan Kerajaan Panjalu dan Kerajaan Jenggala. Letak dan nama sungai ini belum diketahui dengan pasti sampai sekarang, tetapi beberapa ahli sejarah berpendapat bahwa sungai tersebut adalah Sungai Lekso (masyarakat sekitar menyebutnya Kali Lekso). Pendapat tersebut didasarkan atas dasar etimologis mengenai nama sungai yang disebutkan dalam Kitab Pararaton.


Kitab Pararaton

Diceritakan dalam Kitab Pararaton bahwa balatentara Daha yang dipimpin oleh Raja Jayakatwang berniat menyerang pasukan Kerajaan Singosari yang dipimpin oleh Raja Kertanegara melalui jalur utara (Mojosari). Adapun yang bergerak melalui jalur selatan disebutkan dalam Kitab Pararaton dengan kalimat saking pinggir Aksa anuju in Lawor... anjugjugring Singosari pisan yang berarti dari tepi Aksa menuju Lawor... langsung menuju Singosari.[3] Nama atau kata Aksa yang muncul dalam kalimat tersebut diperkirakan merupakan kependekan dari Kali Aksa yang akhirnya sedikit berubah nama menjadi Kali Lekso. Pendapat ini diperkuat lagi dengan peta buatan abad ke-17 (digambar ulang oleh De Jonge) yang mengatakan bahwa ...di sebelah timur sungai ini (Sungai Lekso) adalah wilayah Malang dan di sebelah baratnya adalah wilayah Blitar.[4]


Candi

Oleh karena letaknya yang strategis, Blitar penting artinya bagi kegiatan keagamaan, terutama Hindu, pada masa lalu. Lebih dari 12 candi tersebar di seantero Blitar. Adapun candi yang paling terkenal di daerah ini adalah Candi Penataran yang terletak di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok. Menurut riwayatnya, Candi Penataran dahulu merupakan candi negara atau candi utama kerajaan. Pembangunan Candi Penataran dimulai ketika Raja Kertajaya mempersembahkan sima untuk memuja sira paduka bhatara palah yang berangka tahun Saka 1119 (1197 Masehi).


Nama Penataran ini kemungkinan besar bukan nama candinya, melainkan nama statusnya sebagai candi utama kerajaan. Candi-candi pusat semacam ini di Bali juga disebut dengan penataran, misalnya Pura Panataransasih. Menurut seorang ahli, kata natar berarti pusat, sehingga Candi Penataran di sini dapat diartikan sebagai candi pusat. Selengkapnya, silakan lihat laman Candi Penataran.


Di sebelah timur Candi Penataran terdapat Candi Plumbangan yang berlokasi di Kecamatan Doko yang oleh masyarakat setempat juga dijadikan sebagai objek wisata.